Beranda | Artikel
Surat terbuka untuk para istri (Bagian 6): MERANCANG KEBAHAGIAAN SEBELUM PERNIKAHAN
Rabu, 12 Oktober 2022

“MERANCANG KEBAHAGIAAN SEBELUM PERNIKAHAN”

Saudariku…

Kebahagiaan rumah tangga perlu dirancang dan dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum pernikahan. Bagi saudariku para muslimah yang belum menikah, Anda masih mempunyai kesempatan lebih lapang guna banyak belajar. Adapun Anda yang telah menikah dan memiliki putri yang telah beranjak dewasa, Anda perlu mempersiapkan sebaik-baiknya sang buah hati untuk menuju ke pelaminan.

Di antara bentuk persiapan itu adalah:

1. Perbaikilah diri dan berhiaslah dengan pakaian takwa

Inilah persiapan pertama dan utama. Sebab laki-laki yang baik dipersiapkan Allah untuk wanita yang baik, begitu pula wanita yang baik dipersiapkan untuk dianugerahkan buat laki-laki yang baik.

“الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ”.

Artinya: “Perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula)”. QS. An-Nur: 26.

Suatu hal yang lucu apabila Anda berangan-angan mendapat pasangan yang salih sedang Anda tidak berusaha menjadi wanita yang salihah.

Suami yang salih adalah rezeki. Barang siapa yang bertakwa maka akan dikaruniai Allah rezeki.

“وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”.

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberinya jalan keluar. Dan mengaruniainya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”. QS. Ath-Thalaq: 2-3.

Termasuk buah dari takwa, sebagaimana disitir dalam QS. Ath-Thalaq: 4, Allah akan memudahkan setiap urusan kita. Termasuk di dalamnya urusan jodoh dan pernikahan.

Satu hal penting yang tak boleh Anda lupakan, bahwa jodoh ada di tangan Allah. Bukan kita yang mengatur, namun Allah lah yang menentukan. Karena itu, panjatkanlah doamu kepada Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan agar Dia berkenan mengaruniakan padamu jodoh yang baik. Sebab doa adalah senjata orang yang beriman. “Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa doamu akan dikabulkan”. HR. Tirmidzy (hal. 790 no. 3479) dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany.[1]

2. Meluruskan niat

Hendaklah tujuan utamamu dalam menikah adalah mencari ridha Allah ta’ala. Juga guna merealisasikan fitrah yang telah Allah gariskan bagi umat manusia, menjaga diri dari gejolak syahwat yang diharamkan, menghidupkan sunnah Rasul shallallahu’alaihiwasallam dan membangun rumah tangga muslim yang menjadi sumber kedamaian, ketenangan dan kasih sayang.

Ikhlaskan niatmu dalam membina hidup berumah tangga. Allah ta’ala berfirman,

“قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”.

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam”. QS. Al-An’am: 162.

3. Memilih calon suami yang salih dan taat beragama

Suami yang salih akan memberikan peluang dan kemudahan bagimu untuk menjalankan agama, tolong menolong denganmu dalam mencari ridha Allah dan meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam berpesan,

“إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ؛ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ”. قَالُوا: “يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ فِيهِ؟”. قَالَ: “إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ” ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.

“Jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan”.

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, sekalipun ia memiliki (kekurangan duniawi)?”.

Beliau menjawab, “Jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia”, beliau ulang tiga kali. HR. Tirmidzy dari Abu Hatim al-Muzany dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albany.

4. Meringankan mahar

Wanita yang paling mudah maharnya adalah wanita yang paling banyak berkahnya. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيرَ خِطْبَتِهَا وَتَيْسِيرَ صَدَاقِهَا وَتَيْسِيرَ رَحِمِهَا

“Sungguh termasuk keberkahan seorang wanita ialah: mudah urusan peminangannya, mudah maharnya dan mudah rahimnya”. HR. Ahmad dari Aisyah radhiyallahu’anha dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban.

Maksud kemudahan dalam mahar adalah si wali perempuan tidak mempersulit calon menantu dalam urusan mahar dan memberatkannya dengan meminta mahar yang tinggi. Juga termasuk kategori kemudahan dalam mahar: si lelaki dimudahkan Allah untuk mengumpulkan mahar yang diminta.

Adapun yang dimaksud dengan mudah rahim adalah: mudah dalam melahirkan dan dikaruniai banyak keturunan. Demikian keterangan yang disampaikan oleh al-Munâwy dalam Faidh al-Qadîr.

5. Melihat calon pasangan

Pelaksanaan proses ini akan menghasilkan kelanggengan kasih sayang. Juga akan menghindarkan berbagai hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Berapa banyak rumah tangga yang tercerai berai ikatannya, padahal masih di bulan-bulan awal pernikahan. Disebabkan karena adanya ketidakcocokan hati antara suami dan istri.

Karena itu, setelah salah seorang sahabat; al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu meminang seorang wanita, Nabi shallallahu’alaihiwasallam menasehatkan kepadanya,

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah wanita tersebut; sebab hal itu akan menyebabkan ‘kelanggengan’ cinta kalian berdua”. HR. Tirmidzy dan dinyatakan hasan oleh beliau.

 

6. Shalat istikharah

Apabila telah datang seorang pria meminangmu hendaklah engkau memikirkannya dengan penuh pertimbangan, bermusyawarahlah dengan orang yang terpercaya dan jangan lupa beristikharahlah kepada Allah. Karena shalat istikharah merupakan ibadah yang amat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ: “اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ. اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي، أَوْ قَالَ: عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ، فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي، أَوْ قَالَ: فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أَرْضِنِي” قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ”.

“Apabila seorang di antara kalian berkeinginan melakukan suatu perkara, hendaknya ia mengerjakan shalat dua raka’at di luar shalat fardhu. Kemudian bacalah doa ini: “Allôhumma innî astakhîruka bi’ilmika, wa astaqdiruka bi qudrotika, wa as’aluka min fadhlikal ‘adzîm, fa innaka taqdiru wa lâ aqdir, wa ta’lamu wa lâ a’lam, wa anta ‘allâmul ghuyûb. Allôhumma in kunta ta’lamu annâ hadzal amro khoirun lî fî dînî wa ma’âsyî wa ‘âqibati amrî” (atau “’âjili amrî wa âjilih), faqdurhu lî wa yassirhu lî tsumma bârik lî fîhi. Wa in kunta ta’lamu anna hâdzal amro syarrun lî fî dînî wa ma’âsyî wa ‘âqibati amrî” (atau ’âjili amrî wa âjilih), fashrifhu ‘annî washrifnî ‘anhu waqdur liyalkhoiro haitsu kâna, tsumma ardhinî (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan kemahakuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang besar. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa sementara aku tidak kuasa. Engkau Maha Mengetahui, sedang aku tidak mengetahui, dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui perkara ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku, bagi agamaku, bagi hidupku dan baik akibatnya terhadapku (atau: baik bagiku di dunia maupun akhirat) maka takdirkanlah perkara itu untukku dan mudahkanlah bagiku. Dan sesungguhnya jika Engkau tahu bahwa perkara ini buruk bagiku, bagi agamaku, bagi hidupku dan buruk akibatnya terhadapku (atau: buruk bagiku di dunia maupun akhirat); maka jauhkanlah perkara ini dariku dan jauhkan diriku darinya. Lalu takdirkanlah kebaikan untukku di manapun ia berada, kemudian jadikanlah aku ridha menerimanya)”. Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Dan silahkan ia sebutkan kepentingannya”. HR. Bukhari dari Jabir bin Abdullah.

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 18 Rajab 1432 / 20 Juni 2011

Oleh: Abdullah Zaen, Lc, MA


[-] Diringkas dari buku “Surat Terbuka untuk Para Istri” karya Ummu Ihsan dan Abu Ihsan, penerbit Pustaka Darul Ilmi, Bogor (hal. 51-54, 57-58,58-60).

[1] Sebagaimana dalam as-Silsilah ash-Shahîhah (II/141 no. 596) dan Shahîh al-Jâmi’ (I/108 no. 245).

 


Artikel asli: https://tunasilmu.com/surat-terbuka-untuk-para-istri-bagian-6-merancang-kebahagiaan-sebelum-pernikahan/